Rabu, 06 Mei 2015

PENGETAHUAN LINGKUNGAN: STUDI KASUS DAN ANALISIS PERUSAHAAN YANG MENERAPKAN ISO 14001

PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada 5 Desember 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever dengan akta No. 33 yang dibuat oleh Tn.A.H. van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur Jenderal van Negerlandsch-Indie dengan surat No. 14 pada tanggal 16 Desember 1933, terdaftar di Raad van Justitie di Batavia dengan No. 302 pada tanggal 22 Desember 1933 dan diumumkan dalam Javasche Courant pada tanggal 9 Januari 1934 Tambahan No. 3. Dengan akta No. 171 yang dibuat oleh notaris Ny. Kartini Mulyadi tertanggal 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia. Dengan akta no. 92 yang dibuat oleh notaris Tn. Mudofir Hadi, S.H. tertanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan keputusan No. C2-1.049HT.01.04TH.98 tertanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan di Berita Negara No. 2620 tanggal 15 Mei 1998 Tambahan No. 39.Perusahaan mendaftarkan 15% dari sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah memperoleh persetujuan dari Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) No. SI-009/PM/E/1981 pada tanggal 16 November 1981.
Pada Rapat Umum Tahunan perusahaan pada tanggal 24 Juni 2003, para pemegang saham  menyepakati pemecahan saham, dengan mengurangi nilai nominal saham dari Rp 100 per saham menjadi Rp 10 per saham. Perubahan ini dibuat di hadapan notaris dengan akta No. 46 yang dibuat oleh notaris Singgih Susilo, S.H. tertanggal 10 Juli 2003 dan disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan keputusan No. C-17533 HT.01.04-TH.2003.
Perusahaan bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman dari teh dan produk-produk kosmetik.
Sebagaimana disetujui dalam Rapat Umum Tahunan Perusahaan pada tanggal 13 Juni, 2000, yang dituangkan dalam akta notaris No. 82 yang dibuat oleh notaris Singgih Susilo, S.H. tertanggal 14 Juni 2000, perusahaan juga bertindak sebagai distributor utama dan memberi jasa-jasa penelitian pemasaran. Akta ini disetujui oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan (dahulu Menteri Kehakiman) Republik Indonesia dengan keputusan No. C-18482HT.01.04-TH.2000. Perusahaan memulai operasi komersialnya pada tahun 1933.

Penerapan Sistem Manajemen Lingkung PT. Unilever Indonesia, Tbk.
            Perkembangan industri dewasa ini telah menyebabkan krisis lingkungan dan energi. Bermula dari dampak industri inilah maka organisasi dan industri dituntut untuk meningkatkan pertanggungjawaban terhadap konservasi lingkungan. Berdasarkan kondisi ini, maka tuntutan peraturan dunia terhadap pertanggungjawaban organisasi dan industri dalam pengelolaan lingkungan menjadi meningkat. Sistem Manajemen Lingkungan telah menjadi tuntutan dari pelanggan negara maju yang secara sadar melihat pentingnya perlindungan terhadap lingkungan dilaksanakan sejak dini untuk meminimalkan kerusakan lingkungan di masa depan.
            Berbagai macam organisasi semakin meningkatkan kepedulian terhadap pencapaian dan penunjukan kinerja lingkungan yang baik melalui pengendalian dampak lingkungan yang terkait dengan kegiatan, produk dan jasa organisasi yang bersangkutan, konsisten dengan kebijakan dan tujuan lingkungan mereka. Hal tersebut dilaksanakan dalam konteks semakin ketatnya peraturan perundang-undangan, pengembangan kebijakan ekonomi dan perangkat lain yang mendorong perlindungan lingkungan; dan meningkatnya kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan terhadap lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Banyak organisasi telah melaksanakan kajian atau audit lingkungan untuk mengkaji kinerja lingkungan mereka. Bila dilaksanakan tersendiri, kajian dan audit tersebut mungkin tidak cukup untuk memberikan jaminan bahwa kinerja lingkungannya memenuhi dan akan berlanjut memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan dan kebijakan organisasi. Agar efektif, kajian dan audit tersebut perlu dilaksanakan dalam suatu sistem manajemen yang terstruktur yang terintegrasi dalam organisasi tersebut.
            Unilever melaporkan bahwa mereka berupaya menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) dalam setiap kegiatan. Prinsip ini pun telah diintegrasikan ke dalam ‘Tujuan Perusahaan’ dan ‘Kode Etik Prinsip Bisnis’ Unilever. Dokumen-dokumen tersebut menjadi pedoman bagi manajemen, karyawan, mitra dan juga para pihak yang berkepentingan dalam aktivitas mereka. Berkelanjutan juga diterapkan secara langsung di dalam beberapa elemen tata kelola perusahaan Uniever, antara lain:
Unilever bekerja sama dengan Safety and Environment Assurance Committee (SEAC) atau Komisi Jaminan Keselamatan dan Lingkungan yang berkedudukan di Inggris guna memastikan bahwa seluruh proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keselamatan dan lingkungan dari produk dilakukan secara terpisah dari keputusan komersial.
Central Safety, Health and Environment Committee (CSHEC) atau Komisi Pusat Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan mengembangkan kebijakan, peraturan, prosedur dan standar tentang kesehatan, keselamatan dan lingkungan, serta menyebarluaskan perilaku yang aman dan penanganan investigasi kecelakaan.
Kode etik perusahaan yang diungkapkan dalam Kode Etik Prinsip Bisnis Unilever yang berkaitan dengan lingkungan adalah:

Kode Etik Terhadap Lingkungan:
“Unilever berkomitmen terhadap pengembangan manajemen dampak lingkungan secara berkesinambungan dan terhadap tujuan jangka panjang berupa mengembangkan bisnis yang berkesinambungan.”

Analisis Kebijakan Lingkungan PT. Unilever Indonesia, Tbk.
            Efisiensi dalam produksi dampak lingkungan tempat produksi Unilever terbagi atas dampak yang berasal dari luar (seperti penggunaan sumber daya dan energi) dan dampak yang berasal dari dalam (seperti limbah cair dan sampah). Untuk mengelola dampak ini sambil terus-menerus menyempurnakan proses produksi, Unilever menerapkan Sistem Pengelolaan Lingkungan atau Environmental Management Sytem (EMS) berdasarkan ISO 14001.
Elemen penting dari EMS Unilever adalah menetapkan dan meninjau sasaran berdasarkan indikator kinerja utama atau key performance indicator (KPI). Setiap tahun, Unilever mengumpulkan data dari pabrik Unilever di Cikarang dan Rungkut berupa hasil pengukuran kinerja lingkungan yang penting. Data ini dibandingkan dengan standar yang berlaku di Indonesia dan target global Unilever, kemudian dihimpun dan dianalisis sebagai bagian dari system pelaporan kinerja lingkungan atau Environmental Performance Report (EPR) global Unilever.
            Dalam hal penggunaan energi dan air, Unilever menyatakan bahwa sejak 2003, pabrik Unilever telah menerapkan berbagai program untuk mengurangi konsumsi energi. Program ini telah mengurangi jumlah penggunaan energy pabrik sebanyak 37% dibandingkan 2005. Sejak 2005, pabrik Rungkut telah berhasil mengurangi kebutuhan air dan mengurangi pembuangan air limbah dari proses produksinya melalui pemasangan unit pengolah air limbah reverse osmosis. Teknologi ini menyediakan pengolahan air limbah canggih yang memungkinkan pemanfaatan air buangan hasil daur ulang untuk boiler dan menara pendingin. Sementara itu, limbah domestik dari toilet dan aktivitas pencucian masih dikirimkan langsung ke saluran limbah milik kawasan industri.
Unilever melaporkan penanganan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) yang telah dilakukannya, yaitu bahwa limbah B3 ini disimpan dalam ruang penyimpan khusus, sebelum dibuang ke PPLI, sebuah perusahaan pembuangan limbah B3 yang memenuhi standar lingkungan Indonesia dan internasional. Limbah padat dari kegiatan pencucian reaktor dipandang sebagai limbah B3 dan karena itu dikirim ke PPLI untuk pengolahan yang baik dan benar. Sedangkan untuk limbah yang tidak berbahaya Unilever bekerja sama dengan Asosiasi Industri Daur Ulang Plastik Indonesia (AIDUPI), kami memanfaatkan kemasan yang tidak terpakai atau bahan plastik lainnya untuk membuat produk plastik seperti ember atau keset. Limbah lain seperti drum kosong dan palet juga dikirimkan ke mitra untuk dipakai lagi atau didaur ulang.
            Pada 2003, Unilever telah mengganti bahan bakar boiler dari solar ke gas alam yang mengandung relative lebih sedikit sulfur. Penggantian ini mengurangi emisi SOx kami secara signifikan. Namun, pada dua tahun terakhir, pasokan gas ke Rungkut tidaklah stabil, dan mereka terpaksa kembali memakai solar sambil mencari alternative bahan bakar rendah sulfur. Sementara itu, pabrik Cikarang tetap memanfaatkan gas alam, sehingga mampu menjaga tingkat emisi SOx yang rendah.
            Selain itu, Unilever berupaya mengurangi jumlah limbah tidak berbahaya yang dihasilkan pabriknya yang mencakup limbah domestik, serta produk dan kemasan yang tidak layak jual/pakai. Unilever berupaya memanfaatkan kembali atau mendaur ulang limbah tersebut. Limbah yang tidak dapat dipakai atau didaur ulang lagi akan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Kini, lebih dari 4.800 ton/tahun limbah pabriknya dipakai lagi atau didaur ulang oleh pihak ketiga. Bekerja sama dengan Asosiasi Industri Daur Ulang Plastik Indonesia (AIDUPI), mereka memanfaatkan kemasan yang tidak terpakai atau bahan plastik lainnya untuk membuat produk plastik seperti ember atau keset. Limbah lain seperti drum kosong dan palet juga dikirimkan ke mitra untuk dipakai lagi atau didaur ulang. Dengan demikian, jumlah limbah yang didaur ulang terus meningkat sejak 2004.
Unilever juga berhasil mengurangi jumlah limbah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir melalui cara inovatif untuk membuang lumpur dari instalasi pengolahan air limbah. Jumlah lumpur ini mencapai 5 ton per hari. Pada 2006, pihak Unilever telah menandatangani nota kesepahaman dengan produsen semen (PT Holcim) untuk mengolah lumpur air limbahnya sebagai bahan baku di pabrik mereka. Sejak pendatanganan itu, Unilever tidak lagi mengirim lumpur apa pun ke tempat pembuangan akhir.
            Salah satu instrumen untuk mencapai sasaran efisiensi lingkungan Unilever adalah Total Productive Maintenance (TPM). Sejak tahun 1992, Unilever telah memakai pendekatan TPM untuk menciptakan kondisi pabrik yang ideal. Kerangka kerja TPM didasari oleh lima prinsip yaitu :
a.       Seiri – Keteraturan. Pisahkan alat yang diperlukan dari alat yang tidak diperlukan. Sediakan hanya alat yang diperlukan pada lantai produksi.
b.      Seiton – Organisasi Tempat Kerja. Atur tempat kerja sehingga alat yang diperlukan dapat diraih secara mudah dan cepat. Tempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya.
c.       Seiso - Pembersihan. Segera sapu, cuci, dan bersihkan semua yang berada di tempat kerja setelah dipakai.
d.      Seikhatsu - Kebersihan. Jaga kebersihan semua alat sehingga selalu siap dipakai.
e.       Shitsuke - Kedisiplinan. Setiap orang memahami, mematuhi, dan menerapkan aturan di pabrik.
Kelima prinsip ini dipercaya mampu membantu mereka dalam menjaga peralatan sedekat mungkin dengan kondisi peralatan yang ideal, bekerja lebih efisien, mengurangi waktu mesin tidak beroperasi, serta meningkatkan catatan keselamatan kerja, kecelakaan fatal, kecelakaan berakibat hilang waktu atau lost time accidents (LTA), kasus yang menghambat pekerjaan atau restricted work cases (RWC), serta kasus yang menuntut perawatan kesehatan atau medical treatment cases (MTC).
            Pada dekade terakhir ini, unilever telah terus-menerus meningkatkan cara pengumpulan dan pelaporan data. Pada tahun 2006, mereka mengundang URS Verification Limited (URSVL) untuk mengaudit cara mereka mengelola catatan data pemantauan lingkungannya. Berdasarkan hasil audit ini, pihak unilever telah memperbaiki sistem pengelolaan datanya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan transkripsi, dan untuk mengembangkan sistem penelusuran data lingkungan yang lebih baik. Semua ini dilakukan sebagai bukti komitmen dalam penyediaan informasi yang lengkap dan akurat mengenai dampak lingkungannya.

            Komitmen Unilever terhadap lingkungan ini telah mengundang perhatian berbagai pihak. Selama tiga tahun terakhir, kami meraih peringkat “Hijau” untuk kedua pabrik Unilever dari Kementerian Lingkungan Hidup, melalui penghargaan PROPER. Peringkat hijau diberikan kepada perusahaan yang telah mencapai “emisi nol”. Penghargaan tersebut membuktikan bahwa Unilever mampu kecelakaan fatal, kecelakaan berakibat hilang waktu atau lost time accidents (LTA), kasus yang menghambat pekerjaan atau restricted work cases (RWC), serta kasus yang menuntut perawatan kesehatan atau medical treatment cases (MTC).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar